Senin, 18/05/2009 15:54 WIB
Jakarta - Sempat tarik-ulur soal capres dan siapa yang cawapresnya. Namun Jumat, tengah malam, 15 Mei 2009, PDIP dan Gerindra resmi maju bersama di Pilpres dengan mengusung Megawati-Prabowo sebagai capres-cawapres.
Keputusan jadi cawapres Megawati mau tidak mau diambil Prabowo. Jika tidak, mantan Panglima Kostrad tersebut hanya jadi penonton di Pilpres. Soalnya, PDIP masih tetap ngotot mengusung Megawati sebagai capres.Posisi cawapres akhirnya di ambil gerindra. Sebab negosiasi dengan PKS, PAN, dan PPP, di hari-hari terakhir tidak mencapai kata sepakat," jelas Wakil Sekjen Gerindra Taslim Azis di sela-sela pengumuman pasangan Mega-Prabowo di Teuku Umar, Jumat lalu.
Partai berlambang kepala burung garuda tersebut memang sempat berharap berbeloknya beberapa partai Islam. Sebab perolehan suara di Pileg hanya 4,46 %. Dengan suara minimalis tersebut, Gerindra tentu saja berat mengusung ketua dewan pembinanya, Prabowo untuk menjadi capres tanpa dukungan partai-partai lain yang suaranya lebih oke.Namun satu per satu partai yang akan digandeng Gerindra, seperti PPP dan PAN akhirnya merapat ke Partai Demokrat (PD). Mau tidak mau Prabowo akhirnya memilih opsi kedua dengan menjadi cawapres dari PDIP.
Luluhnya sikap Prabowo dan Gerindra tentu disambut baik PDIP. Pasalnya, meski partai berlambang kepala banteng moncong putih itu punya kader militan, namun tidak punya cukup "gizi" untuk menghadapi pasangan lain, terutama pasangan incumbent.
"PDIP punya basis massa hingga ke pelosok-pelosok. Tapi semuanya tidak bisa bergerak karena kekurangan "gizi" (dana). Dengan masuknya Prabowo, basis PDIP di tingkat grassroots bisa giat kembali," terang anggota Bapilu DPP PDIP Budi Mulyawan.
Adanya kucuran dana segar dari Prabowo, harap Budi, bisa membuat massa PDIP yang sebelumnya terbuai dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari incumbent dapat berbalik arah.Dikatakan Budi, salah satu faktor merosotnya perolehan suara PDIP di Pileg 2009 lantaran massa PDIP banyak yang "terbeli" BLT dan kucuran dana yang melalui program bantuan langsung dari pemerintah.
Pasangan Mega-Prabowo memang sangat berharap dukungan dari masyarakat bawah, seperti petani dan nelayan. Itu sebabnya dua partai nasionalis tersebut begitu ngotot mempersoalkan kisruhnya Daftar Pemilih Tetap (DPT). Akibatnya banyak massa PDIP maupun Gerindra yang tidak bisa mencontreng karena tidak terdaftar.Posko Gotong-Royong dan gardu Gerindra akan bersinergi untuk menarik dukungan di tingkat grassroots
Sementara untuk saat ini, di atas kertas pasangan Mega-Prabowo mengantongi dukungan paling tidak 20% suara yang diperoleh dari PDIP, Gerindra, dan 7 parpol yang tidak lolos PT. Dengan modal tersebut, paling tidak Mega-Prabowo berharap bias mengulang perolehan suara Mega saat berpasangan dengan Hasyim Muzadi di Pilpres 2004.
Dukungan yang diperoleh Mega-Hasyim di putaran pertama sebanyak 26,69%. Di putaran kedua pasangan Mega-Hasyim yang mendapat bantuan dukungan Partai Golkar meraih 33,38% suara.Nah, di Pilpres 2009, Mega-Prabowo paling tidak berharap bisa mengantongi 25%-30% untuk bisa lolos ke putaran kedua. Sebab di putaran kedua, Mega-Prabowo akan mendapat dukungan dari pasangan yang diusung Golkar-Hanura, yakni JK-Wiranto.Pengalihan dukungan tersebut merupakan salah satu kesepakatan koalisi besar yang sudah diteken PDIP, Golkar, Gerindra, dan Hanura.
pilpres yang diprediksi berlangsung 2 putaran tersebut, pasangan Mega-Prabowo akan mampu meraih 30% suara di putaran pertama. Jadi Mega-Prabowo tinggal mencari 20% + 1 untuk menaklukan pasangan SBY-Boediono.
"PDIP dan Gerindra punya infrastruktur partai yang baik dan militan. Dengan dana yang besar, mesin politik PDIP dan Gerindra bisa bekerja maksimal menggalang dukungan,
Mega-Prabowo adalah diam, melihat, kemudian bergerak. Maksudnya, tim sukses akan cenderung melihat dulu pergerakan lawan. Setelah itu baru melakukan action.
"Kita akan melihat kelalaian yang dilakukan pasangan lain dalam berkampanye, terutama SBY-Boediono. Itu salah satu celah untuk menghadapi incumbent,"
Hal inilah yang menjadi alasan kenapa pasangan Mega-Prabowo memilih mendeklarasikan diri di daerah kumuh. Langkah ini sebagai tandingan deklarasi SBY-Boediono di Sabuga, Bandung, yang tergolong mewah, Selain masalah market yang terbatas, faktor waktu juga menjadi kendala bagi Mega-Prabowo. Sebab pasangan tersebut punya basis massa di daerah-daerah, terutama massa PDIP. Sehingga butuh waktu untuk menjangkaunya.
0 komentar:
Posting Komentar
Kolom komentar digunakan untuk media Sharing apa sajah, "select profile" menggunakan account masing2x kalau tidak ada pakai anonymous. jangan lupa tulis kelas dan nama supaya memudahkan saya..